Pasar Tradisional opo Pasar Modern????
Dewasa ini pertumbuhan ekonomi di
Indronesia sangat jauh berkembang. Banyaknya penanam modal dari luar yang
menanamkan modal di Indonesia adalah salah satu penyebabnya. Munculnya berbagai
tempat belanja dengan konsep swalayan pun makin marak. Memang salah satu hal
yang menarik penanam modal asing adalah di sektor pasar-pasar modern. Pasar
modern sendiri memiliki ciri pembeli melayani sendiri (swalayan) dan tidak ada
tawar menawar layaknya pasar tradisional. Yang bisa dikategorikan pasar modern
itu sendiri antara lain minimarket, supermarket, hypermarket, departmentstore,
dan semacamnya.
Perkembangan pasar modern yang cukup
signifikan sebenarnya sangat mengancam ekonomi masyarakat, khususnya yang
bergelut dan berkecimpung di dalam pasar tradisional. Lebih banyaknya pilihan
dan lebih menariknya pilihan model barang yang dijual di pasar modern
(khususnya produk pakaian) dan harga yangg tidak perlu tawar menawar membuat
pasar medern lebih memiliki daya tarik. Tempat yang bersih juga menjadi salah
satu keunggulan pasar modern. Namun, bagaimanapun juga jika pemerintah hanya
mengejar pertumbuhan ekonomi dengan perijinan pendirian pasar modern juga
kurang baik karena hakekatnya untuk memajukan suatu daerah/bangsa bukan hanya
dengan mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi harus mengejar pemerataan eonomi
dengan basis ekonomi kerakyatan. Tentu kaitannya dengan hal tersebut perlu
adanya perlindungan terhadap pelaku ekonomi pasar tradisional dengan cara
pembatasan dan pengaturan perijinan yang ketat terhadap pembangunan pasar
modern. Hal ini dirasa akan lebih efektif untuk membangun dan memberdayakan
rakyat mengingat mayoritas penduduk ddi Indonesia yang berekonomi menengah
kebawah.
Penerapan ekonomi berbasis pada
rakyat dengan pasar tradisional sebagai motornya setidaknya telah dilakukan
oleh beberapa wilayah di Indonesia. Sebut saja kota Solo dan kabupaten Bantul.
Kota Solo dengan walikotanya, Joko Widodo, yang meruakan sosok figur yang
sederhana dan pro rakyat sudah barang tentu berusaha mewujudkan ekonomi
kerakyatan tersebut. Bahkan kota Solo sendiri pernah dijadikan tempat study
banding pemerintahan kota di sebuah kota di Thailand karena mampu menata kota
dari pedagang kaki lima sekaligus mampu menciptakan ekonomi kerakyatan dengan
pembatasan pembangunan mall-mall di Solo. Hal ini juga pernah beberapa kali di
bahas dalam berbagai stasiun televisi swasta. Hal yang sama juga coba
diwujudkan di Bantul, salah satu kabupaten yang berada di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Peraturan yang mengatur pembangunan dan perijinan pasar modern di
Bantul telah ada yaitu Perbup No 57 tahun 2009 dan Perbup No 12 tahun 2010.
Jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional, luas bangunan pasar modern,
jam operasional dan lain sebagainya telah diatur dalam kedua Perbup tersebut.
Bahkan mall pun tidak diperbolehkan dibangun di kabupaten Bantul tersebut.
Tentu hal ini juga untuk melindungi pasar tradisional dan para pelaku bisnis
yang berkecimpung dalam pasar tradisional. Suatu hal yang perlu dicontoh untuk
menciptakan daerah dan bangsa yang pro rakyat dan pro pemerataan ekonomi.
Pertanyaannya sekarang adalah kota mana yang akan menyusul meniru kedua kota
tersebut dalam membangun ekonomi kerakyatan? Pertanyaan yang tentunya akan
sulit dijawab oleh para pejabat-pejabat yang maniak uang.
*referensi : perenungan pribadi, talkshow metro tv, perbup bantul